Sunday, June 14, 2009

Cegah Kelaparan, Amerika Bagi-bagi BLT untuk Warganya




Antrian penduduk AS untuk mengambil BLT

Resesi ekonomi AS tampaknya belum akan segera pulih. Dampaknya pun terus meluas dan melebar ke berbagai sendi kehidupan masyarakat. Pemerintah federal AS sampai membuat program anti-lapar untuk mencegah terjadinya kelaparan massal di Negeri Paman Sam ini.


Satu dari sembilan warga AS kini menggunakan kupon pangan dari pemerintah federal untuk membantu membeli sembako. Bulan Maret kemarin, jumlah orang yang mendaftar untuk memperoleh santunan kupon meningkat dua persen dari 591,000 orang yg sebelumnya sudah terdaftar. Departemen Pertanian memberi sekitar 113,87 dolar AS tiap orang. Di 20 negara bagian AS, satu dari depalan orang sudah masuk dalam daftar food stamp program (bantuan kupon untuk membeli sembako), menurut Food Research Center. Sejak musim gugur tahun lalu, hampir enam juta orang mendadak menganggur.


Kongres kini telah mengalokasikan sekitar 54 milyar dolar AS untuk santunan makanan pada tahun fiskal ini, naik dari 39 milyar dolar AS tahun lalu. Pada tahun fiskal baru yg dimulai 1 Oktober mendatang, para pengamat memperkirakan kenaikan sampai 60 milyar dolar AS untuk bantuan makanan.


Ironis kalau negara yg sudah mendekati jurang kebangkrutan ini kita harapkan uluran tangannya untuk membantu negara kita yg kaya raya. Apa kata dunia?.[islammuhammadi/mt/musakazhim]



Antrian penduduk AS untuk mengambil BLT


Resesi, Awal Kejatuhan Kapitalisme
Resesi Amerika datang seperti badai dan pergi meninggalkan reruntuhan—bisnis yang bangkrut, angka pengangguran yang tinggi dan kadang kala filosofi yang asal-asalan.


Seperti kita tahu filosofi ekonomi konservatif sudah bertahun-tahun menjadi sistem yang tak tergantikan. Kaum konservatif telah menjadikan pandangan ekonomi tersebut sebagai sistem pereknomian di hampir semua negara. Saat ini, ketika resesi global muncul ke permukaan, para pengamat ekonomi berkeyakinan, inilah kejatuhan kapitalisme yang ditopang oleh kaum neoliberal.


Dalam “The Communist Manifesto” (1848), Karl Marx dan Friedrich Engels mengatakan bahwa kapitalisme mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan ini, menurut Marx akan mengakibatkan resesi ekonomi. Marx menyatakan bahwa kapitalisme hanya akan memakmurkan kaum borjuis (kaya) saja. Saat ini, di AS, semakin besar sebuah perusahaan, maka semakin besar pula kejatuhannya. Faktor utang yang terutama melilit perusahaan tersebut.


Sekarang ini, AS menjadi negara yang paling besar sistem perbankannya. Pada tahun 1980-an, hanya ada sedikit bank di AS. Saat itu para pekerja bank mengetahui baik depositor ataupun para pemimjam. Sekarang, para insan perbankan tidak pernah lagi mengetahui kemana dan siapa yang telah mengalirkan uang di bank mereka. Tetapi kemudian merjer dan akuisisi perusahaan membuat semua sumber daya menjadi sentral. Sejumlah bank bangkrut, namun banyak konglomerat baru lahir dan menciptakan persaingan global yang gelap.


Adam Smith, jauh sebelum Manifesto-Marx lahir, tujuh dedade sebelumnya, telah menulis “The Wealth Nation” yang berisi kapitalisme pada zamannya. Pada waktu itu, kapitalisme sudah berjalan yang terjadi di antara komunitas pedagang daging dan roti yang memang banyak menguasai pasar. Kedua pemain pasar itu hanya membantu di antara mereka saja—di luar komunitasnya, jangan harap.


Marx dan Smith telah melihat kebenaran, dua sisi yang berbeda dari kegagalan kapitalisme. Banyak kaum konservatif tetap kukuh pada pendirian untuk menegakkan hukum dan paham ini karena sudah memberikan kekayaan yang melimpah kepada mereka. Rakya AS sendiri sudah muak dengan sistem kapitalisme ini, dan lambat-laun ataupun dalam waktu yang cepat akan terjadi penolakan yang besar. Karena krisis Amerika tidak juga berakhir. (sa/csm/eramuslim)


Mengapa AS Ambruk Karena Perumahan?


Ada empat hal yang membuat AS babak-belur dalam perkenomiannya sekarang ini hingga berada dalam krisis finansial sangat parah: perbankan, otomotif, kartu kredit, dan perumahan. Khusus yang disebutkan terakhir, dalam waktu tiga tahun belakangan ini, harga rumah-rumah di AS menurun tajam, dan mencapai puncaknya dalam waktu enam bulan terakhir.


Hanya dalam waktu 3 tahun saja, harga perumahan di AS sudah turun mencapai 48%—hampir setengahnya!—dan ini adalah angka terbesar dalam waktu 20 tahun terakhir. Rakyat AS masih banyak yang tak percaya mengapa nilai rumahnya begitu tak berharga dan jika dijual jelas akan merugi?


Sejarah sudah memperlihatkan banyak bukti. Misalnya saja di Jepang. Pada tahun 1991, negeri Matahari Terbit itu mengalami ledakan perumahan di semua kota besarnya, tapi kemudian anjlok 15 tahun berikutnya.


Beberapa faktor menjelaskannya. Yang paling penting adalah penjualan perumahan itu dilakukan oleh orang yang ingin membeli rumah yang lain. Jadi, jika si penjual berpikir harga rumah itu tengah turun, wajar jika ia tak akan buru-buru menjual rumahnya


Berikutnya, si pemilik rumah tidak mau berspekulasi: orang AS jarang yang mau menyewakan rumahnya. Dan juga yang paling mendasar, orang yang telah mengambil perumahan itu tidak mampu lagi membayar tagihan kredit perumahannya. Semua inilah yang terjadi bersamaan dan menyebabkan bisnis perumahan di AS ambruk.


Bisnis perumahan AS sekarang memasuki tahap ada barang namun tak ada pembeli. Karena hal ini pulalah, tak semua pengamat ekonomi setuju bahwa ambruknya perumahan AS bisa diprediksi. Ray Fair, seorang ahli dari Universtias Yale, mengatakan perumahan AS akan kembali sehat jika terjadi perubahan rejim ekonomi.


Artinya, tidak cukup hanya krisis ekonomi yang berakhir, tapi cara pandang orang AS terhadap kepemilikan rumahnya pun harus berubah. Bahkan jika pun benar resesi segera berakhir dalam waktu dekat ini, perumahan AS akan tetap terus merosot untuk beberapa puluh tahun ke depan. (sa/nyt/eramuslim)

No comments:

Post a Comment