Thursday, August 27, 2009

MARAK KEKERASAN PADA ANAK DISEKOLAH (20 Januari 2009)


Laporan: Riri Wijaya
Kutipan

Dari banyaknya kasus kekeraan yang terjadi selama ini, korban paling banyak adalah anak-anak. Secara fisik dan psikis, mereka tak berdaya saat menghadapi kekerasan yang dilakukan orang dewasa.

Kekerasan diartikan sebagai tindakan yang menyebabkan seseorang menderita atau dalam keadaan tertekan tanpa bisa melakukan perlawanan. Hadi Supeno dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, dahulu kala orang mengintepertasikan kekerasan hanya sebagai indakan fisik. Namun,sebenarnya ada kekerasan yang sulit mengukurnya namun fatal akibatnya yaitu kekerasan psikis.
Trauma adalah bentuk yang dihasilkan dan sulit mengukur tingkat pemulihan jika kekerasan psikis ini yang terjadi.

Karena tergantung dari berapa lama, usia berapa, siapa yang melakukan dan bagaimana kepribadian si korban itu sendiri menjadi alasannya. Data dari KPAI menunjukkan, dari analisis 19 surat kabar nasional yang terbit di Jakarta selama tahun 2007, terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak.

Dari Kejaksaan Agung diperoleh data, selama tahun 2006 ada 600 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) yang telah diputus kejaksaan. 41 persen di antaranya terkait pencabulan dan pelecehan seksual, sedangkan 41 persen lainnya terkait pemerkosaan. Sisanya, 7 persen, terkait tindak perdagangan anak, 3 persen kasus pembunuhan, 7 persen tindak penganiayaan, sisanya tidak diketahui. .

Berbagai jenis dan bentuk kekerasan dengan beragam variannya diterima anak-anak Indonesia, seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan, penganiayaan, trafficking, aborsi, paedofilia, dan berbagai eksploitasi anak di bidang pekerjaan penelantaran, penculikan, pelarian anak, penyanderaan, dan sebagainya.

Dari seluruh tindakan kekerasan terhadap anak, 11,3 persen dilakukan oleh guru, ini menempati peringkat dua setelah kekerasan yang dilakukan oleh orang di sekitar anak, dan jumlahnya mencapai 18 persen.

Sepanjang paruh pertama 2008, kekerasan guru terhadap anak mengalami peningkatan tajam, 39,6 persen, dari 95 kasus KTA, atau paling tinggi dibandingkan pelaku-pelaku kekerasan pada anak lainnya.

Jenis kekerasan yang dilakukan guru terhadap anak belum termasuk perlakuan menekan dan mengancam anak yang dilakukan guru menjelang pelaksanaan ujian nasional atau ujian akhir sekolah berstandar nasional.

Jika kekerasan psikis itu dimasukkan, persentase akan kian tinggi, berdasarkan pengaduan anak dan orangtua/wali murid kepada KPAI. Lalu kenapa guru menjadi pelaku kekerasan terhadap anak? Karena semestinya guru menjadi pihak yang paling melindungi anak setelah orangtua.

Hadi mengatakan, mungkin saja guru mengalami tekanan kehidupan yang kian berat, baik yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial, kehidupan profesi, maupun tekanan psikis lain yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan terhadap murid.

Selain itu, anak-anak juga mengalami kekerasan yang dilakukan teman-teman sebaya melalui kegiatan perploncoan pada awal tahun ajaran. Apa pun alasannya, sekolah bukan lagi tempat yang aman bagi anak-anak. Maka, selayaknya siapa pun menaruh perhatian lebih besar terhadap keamanan anak di sekolah.