Meski menghadapi kebejatan moral kaum Yahudi, dengan sabar ia berhasil membawa kaumnya memasuki kota Baitul Maqdis.
Karena tidak mau berperang mengusir penjajah yang menduduki Palestina, kaum Yahudi dihukum Allah Subhanahu wa Ta’ala selama 40 tahun di Padang Tih. Dalam masa menunggu kembalinya umatnya tersebut, Nabi Harun AS wafat, kemudian menyusul Nabi Musa AS. Sedang perintah Allah SWT untuk tetap memasuki kota Pelestina masih berlaku. Lalu siapakah yang melanjutkan dakwah mereka?
Allah telah menujuk Yusya’ bin Nun menjadi penerus dakwah Nabi Musa. Yusya’ sendiri adalah murid Nabi Musa, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman, “Dan ketika Musa berkata kepada muridnya.” – QS Al-Kahfi (18): 61. Juga firman-Nya, “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, ‘Bawalah kemari makanan kita. Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ke sini’.” – Al-Kahfi (18): 62. Ibnu Katsir, penafsir Al-Qur’an, mengisyaratkan bahwa Yusya’ bin Nun inilah yang menemani Musa dalam perjalanannya menemui Khidlir AS.
Dalam hadits shahih juga disebutkan bahwa sebuah riwayat dari Ubay bin Ka’ab yang menunjukkan bahwa dia adalah Yusya’ bin Nun. Adapun Yusya’ bin Nun sendiri, menurut kesepakatan umat dan Bani Israil, adalah seorang nabi. Ia menanggung cobaan dan permasalahan kaumnya sesudah wafatnya Nabi Musa.
Sebelum wafat, Nabi Musa telah mengambil perjanjian 12 orang sebagai pemimpin, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Ma’idah (5): 12. Jika mereka melaksanakan apa yang diwajibkan Allah, tidak menghindarinya seperti pendahulunya, itu akan menjadi penghapus dosa yang menjadikan mereka dihukum di Padang Tih.
Bani Israil terdiri dari 12 keturunan. Para pemimpin mereka menuliskan nama-nama orang yang hendak berangkat perang dari orang-orang yang masih kuat membawa senjata dan mampu berperang. Mereka pun melaksana hal itu. Hanya saja kemudian Nabi Musa wafat, kemudian digantikan Yusya’ bin Nun.
Dalam masa transisi ini muncul kasus Bal’am bin Ba’ura, seorang rabbi Yahudi yang berkhianat kepada musuh, sehingga melemahkan semangat perjuangan kaum Yahudi. Namun akhirnya rintangan dapat ditepis, dan generasi muda Yahudi tetap teguh berperang merebut kota Palestina, sebagai tanah yang dijanjikan Allah untuk mereka.
Generasi muda Yahudi yang berkobar semangat jihadnya itu kemudian mengepung kota Palestina. Namun di tengah pengepungan tersebut, masih saja terjadi kejahilan watak Yahudi yang kambuh ketika mendapat kesempatan. Yaitu, mereka berbuat maksiat, berupa pencurian barang.
Mereka mengumpulkan harta curian itu di atas bukit. Menurut tanda yang mereka terima, apabila harta curian itu diterima Allah, akan ada api putih yang menyambar. Namun apabila ada pengkhianatan, tidak akan ada api yang datang melenyapkan harta tersebut. Harta itu akan ada seperti semula.
Hal tersebut ada dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Was sallam bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari itu tidak ditahan bagi manusia kecuali bagi Yusya’ (bin Nun) pada malam-malam yang lewat pada Baitul Maqdis.” Lalu beliau bersabda kepada kaumnya, “Tidak termasuk pengikutku seseorang yang memiliki beberapa istri dan dia ingin berbuat baik kepada mereka tetapi ternyata dia tidak berbuat baik kepada mereka. Tidak juga orang yang telah membangun sebuah bangunan tetapi tidak meninggikan atapnya. Juga tidak orang yang membeli seekor kambing dan dia menunggu istrinya melahirkan. Maka kemudian dia berangkat perang dan mendekat pada desa tujuan ketika waktu shalat Ashar, atau yang mendekatinya (Dalam satu riwayat disebutkan: Lalu dia bertemu dengan musuh ketika matahari mulai tenggelam). Dia pun berkata kepada matahari, “Kamu diperintah, aku pun diperintah, Ya Allah, tahanlah dia (matahari) barang beberapa saat, maka matahari itu pun ditahan. Hingga Allah memberikan kemenangan bagi mereka dan mendapatkan harta rampasan. Mereka lalu mengumpulkan harta rampasan itu, agar api menyambutnya dan segera menghanguskannya. Namun api tidak mau menyambutnya. Jika mereka mendapatkan harta rampasan, biasanya Allah akan mengutus api untuk memakannya. Allah berfirman, ‘Ada kecurangan di antara kalian, maka hendaklah kabilahmu membayar dengan seorang laki-laki.’ Allah berfirman, ‘Ada kecurangan di antara kalian, maka hendaklah kabilahmu berbai’at kepada-Ku.’ Mereka pun berbai’at kepada-Nya, maka diserahkan dua atau tiga orang. Allah berfirman, ‘Ada kecurangan di antara kalian, adakah kalian telah melakukan kecurangan?’ Mereka lalu mengeluarkan sesuatu yang menyerupai kepala sapi dari emas itu di atas bukit, maka api pun menerima harta rampasan tersebut. Harta rampasan tidaklah halal sedikit pun bagi umat sebelum kita (yaitu umat sebelum Nabi Muhammad), karena Allah melihat kelemahan dan kekurangan kita, maka Dia pun menjadikan harta rampasan perang (ghanimah) itu halal bagi kita (umat Muhammad).”
Kaum itu melihat bahwa matahari ditahan untuk mereka. Meskipun begitu, mereka tetap mencuri! Itulah kecintaan bangsa Yahudi terhadap harta dunia yang telah menipu diri mereka sendiri.
Tabiat kaum Yahudi masih tetap bertahan untuk beberapa waktu dan tidak terpisah dari diri mereka.
Allah memerintahkan mereka dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak, di mana yang kalian sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah ‘Bebaskanlah kami dari dosa’, niscaya Kami ampuni kalian atas kesalahan-kesalahan kalian, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.” – QS Al-Baqarah (2): 58.
Allah memerintahkan mereka untuk memasuki Baitul Maqdis dengan bersujud dan mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan kepada mereka. Diperintahkan pula kepada mereka untuk memohon, “Ya Rabbi, hapuskanlah dosa-dosa kami.”
Namun, mereka melakukan itu semua dengan maksud meremehkan perintah Allah. Seperti disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Dikatakan kepada Bani Israel: Masukilah pintu Baitul Maqdis dengan bersujud dan katakanlah ‘Hapuskanlah (dosa)…’ Mereka lalu masuk ke Baitul Maqdis dengan merangkak dan mereka mengganti dengan ‘Hapuskanlah biji yang ada di helaian rambut…”
Karena itulah, siksaan dipercepat bagi mereka, seperti yang difirmankan Allah, “Lalu orang-orang yang zhalim yang mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik.” – QS Al-Baqarah (2): 59.
Adzab yang ditimpakan kepada kaum Yahudi waktu itu adalah munculnya wabah kusta, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits dari Usamah bin Zaid dari Nabi SAW, yang bersabda, “Kusta adalah adzab yang ditimpakan kepada orang-orang sebelum kalian.”
Penyakit kusta ini menyebar kepada orang-orang yang mengubah firman Allah dan perintah-Nya. Adapun yang lainnya segera masuk ke dalam Baitul Maqdis.
Yusya’ bin Nun lalu hidup bersama mereka dengan kehidupan yang ditakdirkan Allah agar dia menyaksikan kebejatan moral kaumnya. Mereka itulah yang meremehkan para nabi.
Kebejatan moral Yahudi tidak berhenti sesudahnya, bahkan sampai sekarang!
Sumber : http://www.majalah-alkisah.com
No comments:
Post a Comment